SURO DIRO JOYONINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI

SURO DIRO JOYONINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI


Leluhur kita memiliki kearifan dalam menghadapi segala hal. Mereka percaya bahwa segala bentuk angkara murka dapat dikalahkan dengan sifat sifat lembut, kasih sayang dan kebaikan. 

Kearifan ini kemudian dimanifestasikan dalam bentuk semboyan yang indah baik secara estetika bahasa maupun secara makna, yaitu “Suro Diro Joyodiningrat, Lebur Dening Pangastuti” ( Suro = keberanian, Diro = Kekuatan, Joyo = Kejayaan, Ningrat = derajat/kemulyaan, Lebur = hancur/musnah Dening = dengan, Pangastuti = kasih sayang, kebaikan)

Mari kita lihat bagaimana kearifan ini diterapkan dalam menghadapi konflik berdarah di Thailand.

KONFLIK DI THAILAND SELATAN

Thailand selatan mengalami perang saudara yang semakin lama semakin lama semakin brutal (Laporan ICG, organisasi krisis Group desember 2012). Rangkaian kekerasan yang terjadi sejak tahun 2014 ini telah menelan korban 5300 orang tewas.

Daerah selatan thailand ini dulunya merupakan wilayah kerajaan Pattani yang beragama islam. Tetapi sejak tahun 1902, wilayah ini berada di dalam wilayah pengelolaan pemerintah Kerajaan Thailand. Sekitar 80% penduduknya bersuku melayu dan beragama islam. Di Thailand yang berpenduduk 66 juta orang, muslim adalah kelompok minoritas.

KEKERASAN TIDAK MENYELESAIKAN MASALAH

Sebelumnya pemerintah Thailand mengandalkan kekerasan dalam menghadapi pemberontakan ini. Sekitar 65 ribu pasukan paramiliter dan polisi ditempatkan di wilayah ini. Selain itu, pemerintah kerajaan Thailand juga mempersenjatai kelompok lokal dan memberikan pelatihan militer kepada sekitar 80.000 sukarelawan.

Pada waktu itu, menurut laporan Human Right Watch, perlakuan tentara dalam menghadapi pemberontakan dinilai brutal. Militer yang berlindung di bawah undang undang darurat dan undang undang khusus lain, melakukan penculikan, penyiksaan sampai pembunuhan terhadap warga muslim.
Pendekatan dengan kekerasan ternyata tidak menyelesaikan masalah, karena perang saudara menjadi berlarut larut. Itulah sebabnya Militer Thailand kemudian mulai melakukan pendekatan terhadap pemimpin muslim Thailand.

PENDEKATAN KEMANUSIAAN

Pada suatu hari, Panglima Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand Jendral Prayuth Chan Ocha(Kini beliau adalah Perdana Menteri Kerajaan Thailand) menemui Pemimpin Pondok Pesantren Annur di Provinsi Yala, thailand Selatan, yaitu Abdurrahman Patalong Petta Baso. Petta Basso adalah keturunan dari Raja Bone ke 24, Andi Baso Pute.

Kedatangan sang Jendral adalah untuk meminta nasehat dari Pemimpin Muslim thailand ini, untuk menyelesaikan konflik berdarah di Yala,Pattani dan Nharatiwat. Karena konflik berdarah ini telah menelan banyak korban jiwa dan menghabiskan triliunan dana, tanpa menunjukkan tanda tanda penyelesaian.

Petta Baso menyarankan agar militer thailand bisa bersikap lembut dan menghindari kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Beliau juga mengatakan kepada Jendral Prayuth, bahwa militer thailand bisa saja merebut senjata dari mereka, tetapi militer tidak akan bisa merebut senjata yang ada di dalam otak mereka.

Petta Baso meminta agar para mujahidin yang menyerah tidak ditangkap, tetapi diikutkan dalam geakan dakwah selama 6 bulan. Biasanya mereka yang tertangkap akan dihukum antara 10 sampai 20 tahun.

KONFLIK REDA KETIKA MEREKA SALING MENGHORMATI

Dengan strategi ini, kini konflik di thailand sudah mulai reda. Bahkan ketika Banjir besar melanda Thailand, Petta Baso bersama dengan Jamaah Dakwah Thailand mengirimkan 6 kontainer bantuan dan jutaan bath Thailand.

Kini lebih dari 5800 mujahidin terlibat dalam usaha dakwah dan diterima oleh pemerintah.Petta Baso juga memberikan bantuan kepada tentara untuk membuat kamp kamp mereka. Dan karena pendekatan yang lembut dari dakwah islam ini, dikabarkan 20 jendral Thailand masuk Islam.
Jadi ketika menghadapi ketika menghadapi konflik, ingat kearifan leluhur kita, Suro Diro Joyonongrat Lebur Dening Pangastuti.

Begawan Tung




Posting Komentar untuk "SURO DIRO JOYONINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI"