IDEALISME BUNGLON
IDEALISME BUNGLON
Banyak yang
berpendapat bahwa kita harus memiliki idealisme ketika berpolitik . Saya yakin
semua akan setuju dengan pendapat ini.
Tetapi
walaupun setuju dengan pendapat ini, ternyata banyak yang setujunya itu hanya di bibir saja. Setujunya
jika pihaknya yang menang. Jika pihaknya yang kalah, segera diingkarinya
prinsip ini.
Seorang
Doktor di bidang komunikasi yang sangat dikenal public bahkan pernah menulis di
wall Face booknya tentang etika berpolitik ini.
“Mayoritas
masyarakat Jakarta adalah golongan yang terdidik. Mereka adalah pemilih rasional.
Mereka tidak akan terpengaruh dengan isu isu agama”
.
Saya sangat
setuju dengan pendapatnya yang sangat professional dilihat dari ilmunya. Tetapi
ketika calon yang didukungnya kalah dalam Pilkada, segera “pendapatnya”
mengalami perubahan sangat drastis. Setelah pilkada yang berlangsung aman dan damai tanggal 19
april yang lalu, pendapatnya berubah 180 derajat.
“57, 9%
masyarakat DKI GOBLOK semua”, begitu tilisan yang dimuat pada halaman
Facebooknya.
Kebetulan
tokoh yan didukung sang Doktor sedang ada masalah dengan hukum di Indonesia. Setelah mengalami 21 kali sidang, tibalah
saatnya menunggu keputusan dari hakim. Beliau yang mengaku memiliki idealisme, memberikan pendapat yang sangat
bijaksana.
“Semua
harus menerima keputusan hakim. Kita harus belajar Dewasa sebagai warga Negara.
Ini Negara hukum, Bung !”
Sekali lagi
salut dengan pendapatnya yang sangat professional. Tetapi ketika vonis benar
benar dijatuhkan, komentarnya sungguh luar biasa. Sangat bertentangan dengan
komentar sebelumnya.
“Hakim
bangsat! Negara apa ini? Pasti hakimnya disuap!"
Negeri yang
bahkan intelektualnya pun, bisa kehilangan idealisme dan profesionalisme dalam
berpolitik.
QUO VADIS
INDONESIA…
Begawan
Tung
Begawantung.blogspot.com
Posting Komentar untuk "IDEALISME BUNGLON"