Hari
menjelang petang ketika saya tiba di terminal, dan langsung naikk Bus jurusan
Yogya lewat jalur selatan. Beberapa kali pengamen dan ppedagan asongan naik dan turun, mencari sedikit peruntungan
di bus yang saya tumpangi itu. Suasana yang bisasa ditumui di terminal di masa
itu.
Bus mulai
berangkat dari terminal sekitar jam 7 malam, dan perlahan lahan, mulai
meningggalkan kota Surabaya. Entah sampai di mana, saya tidak ingat, lampu di
dalam bus sudah dimatikan. Para pennumpang tampak terkantuk kantuk, dan mulai
tidur di bangkunya msing masing.
Saya duduk
di bangku tengah, sebelah kiri, yang berisi sepasang bangku untuk dua orang. Seperti
biasa, saya memilh untuk duduk di Jendela agar bisa menikmati pemandangan dalam
perjalanan. Tetapi karena bangku masih kosong, saya duduk disisi kanan.
Tiba tiba,
tanpa basa basi, ada seseorang yang mendesakku masuk ke sisi dalam, dekat jendela.
Dan dia langsung tidur.
“Orang gila,
gak sopan sama sekal,”Kataku dalam hati.
Tetapi, pada
waktu itu, saya sama sekali tidak curiga. Kami tidak saling berbicara, hingga
saya merasa mengantuk, dan tertidur. Padahal, sebelumnya saya berniat untuk
terjaga dan menikmati perjalanan Surabaya –Yogya lewat jalur selatan, karena belum
pernah melewatinya.
Tiba tiba,
dalam tidurku, saya berasa terjatuh dari ketinggian. Saat melayang dan meluncur
ke bawah dari ketinggian itu, hatiku berdesir hebat, dan itu membuatku
terbangun.
Dan ketika
sadar, Saya rasakan ada yang bergerak di saku belakan saya. Dompetku terasa
merayap, terangkat ke atas. Segera saya menyadari apa yang terjadi, dan saya
tangkap tangan itu.
Dengan
reflek yang sangat tinggi, tangannya berkelit dan ditarik kembali ke “posisinya”.
Saya pandang matanya lekat lekat, dan dia balik memelototkan matanya kepadaku.
Mungkin karena merasa misinya gagal, dia kemudian pindah tempat duduk di bangku
yang agaj ke depan.
Tiba tiba,
Lampu bus dinyalakan, dan suasana menjadi terang benderang . Saya melihat orang
yang tadi duduk di sebelahku, sedang beraksi. Mula mula saya heran, karena
tangan kanannya “hilang”.
Sebenarnya
tidak hilang, tetapi menyelinap di belakang punggungnya. Dan saya yakin, tangan
kanannya itu sedang menarik dompet orang di sampingnya, persi seperti apa yang
dilakukannya kepadaku sebelumnya.
Untuk
memperingaatkan korban, aku pukulkan kakiku ke lanpai bus, dengan suara yang
cukup keras. Beberapa penumpang terkejut, mencari sumber suara. Dan si
Pencopet, segera menarik tangannya ke posisi semula.
Pada waktu
itu, saya mengira beliau beraksi sendirian. Sayab tengok dari depan ke
belakang, tidak ada yang mencurigakan. Bahkan saat saya menimbulkan suara keras
dengan sepatu saya ke lantai bus, hanya bekas teman dudukku itu, yang melihatku sambil sedikit melotot,
ketika pindah duduk ke belakang.
Setelah
beberapa lama, bus berhenti di sebuah terminal. Pria yang tadi duduk di sebelah
kiriku, sedang ngobrol dengan teman temannya. Firasatku mengatakan bahwa mereka
satu komplotan.
Dan benar,
ketika masuk kembali ke dalam bus, mereka mengepungku. Aku tidak duduk dekat
jendela lagi, tetapi bergeser ke kanan, agar lebih leluasa bergerak. Salah satu
dari mereka yang berbadan kekar, mendesakku ke dalam. Tapi saya sudah mempersiapkan diri, saya
menolak, dan mempersilahkannya duduk di dalam.
Akhirnya dia
duduk di bangku sebelah kananku, persis di samping kanan ku. Beberapa temannya,
duduk di sebalah depan dan belakang, Saya hitung jumlahnya lima orang. Entah
apa yang hendak mereka lakukan, yang jelas mereka telah mengepungku.
Kebetulan
ketika berangkat dari tempat kos, saya membawa sebatang kayu keras, sebesar lumpang
penumbuk herbal. Sebenarnya bukan kebetulan, karena itu memang sengaja saya
bawa buat jaga jaga.
Saya
masukkan tangan ke dalam dalam tas, yang berisi kayu andalanku itu. Saya
genggam dengan posisi siap siaga, terhadap berbagai kemungkinan. Waktu itu saya
masih muda, dan yakin bisa bergerak lebih cepat dari mereka. Saya perhatikan
setiap gerakan dan segala kemungkinannya. JIka terjadi sesuatu, sasaran saya
adalah rahang mereka.
Mungkin
sekitar satu jam, kami saling menunggu dan memperhatikan. Saya atur nafas dan
piiranku setenang mungkin, agar bisa berpikir dengan jernih, sambil konsentrasi
memperhatikan situasi.Karena dalam kondisi seperti itu, gerakan sekecil apapun
harus diwaspadai.
Saya melihat
mereka ragu ragu untuk bertindak, atau mengintimidasiku. Tanganku yang sedang
menggenggam sesuatu, mungkin dikirra sedang memegang senjata tajam. Sehingga
tidak melakukan sesuatu, ketika sedang mengepungku dari semua penjuru. Padahal
itu hanya sebatang kayu.
Dan akhirnya
merka turun di sebuah perempatan. Setelah itu, hirup pikuk pun terjadi. Pak
sopir dan kernet meminta kami memeriksa barang barang berharga, . apakah ada
yang hilang.
Menjelang
subuh, bus sudah sampai di Terminal Umbul Harjo Yogyakarta. Saya naik Bus Kota
kembali ke tempat kos.
Beberapa
hari kemudian, ketika pulang kampung ke kota Kudus, saya bercerita dengan seorang
sesepuh yang paham dengan spiritualitas jawa. Saya bercerita tentang pengalaman
antara Surabaya Yogya itu.
Kata beliau,
yang membangunkanku, ketika ada yang berusaha mengambil dompet, saat saya
tertidur di bus, adalah “Sedulur papat”.
Sedulur
papat itu entitas, yang lahir bareng dengan saat kamu dilahirkan. Sedulur papat
adalah saudara penjagamu ketika hidup di dunia,”Kata beliau menjelaskan.
Tidak ada komentar