Halaman

    Social Items

LABELLING


Banyak diantara kita yang memanfaatkan botol atau kaleng bekas untuk menyimpan makanan, obat, bumbu dapur dll. Dan kadang ini menimbulkan masalah. Pernah terjadi kakak saya yang pada waktu itu masih kecil minum shampo gara gara sampo itu ditaruh di botol limun. Karena bagi dia apa yang ada di botol limun pasti berisi limun.

Untuk memudahkan dalam mengenali apa yang ada di botol, apakah itu berisi gula, garam atau bubuk kopi biasanya botol atau kaleng tempat kita menyimpan sesuatu itu kita beri label. Yang berisi gula kita beri label “gula” dan yang berisi garam kita beri label “garam”. Selain memudahkan ketika kita menginginkan sesuatu, pemberian label juga bisa menghindari kesalahan.

Adakalanya orang salah dalam memberikan memang label. Atau sengaja untuk memberikan label yang tidak benar. Sebagai contoh adalah, ketika botol tempat kita menyimpan garam kita beri label gula. Akibatnya, ketika teman anda akan membuat kopi manis, yang dia buat justru kopi istimewa yang rasanya asin. Karena teman anda  menilai isi dari botol itu berdasar label yang ditulis di atasnya.

Mengadopsi istilah “label” untuk memberikan deskripsi pada barang tertentu, istilah labelling sering dipakai dalam ilmu komunikasi. Labelling adalah pemberian identitas pada sesseorang atau kelompok, kejadian atau sesuatu.

Label seringkali diberikan kepada sekelompok orang atau gerakan. Ada kelompok yang kita namakan fundamentalis, kelompok radikal, reformis, cendekiawan muda dan lain lain. Pemberian label umumnya diberikan karena aktivitas mereka yang menunjukkan sifat sifat yang bisa diidentifikasikan dengan label yang diberikan kepada mereka.

Label yang melekat pada sekelompok orang, bisa membuat kita senang, tetapi bisa juga membuat kita benci kepada mereka. Label Nasionalis, Pancasilais, demokrat atau pendukung Bhineka Tunggal Ika, tentu membuat kita salut kepada mereka. Apapun yang mereka lakukan kemudian kita anggap sebagai kegiatan cinta tanah air.

Sebaliknya, label Radikal, sara, anti Pancasila, Anti NKRI membuat kita benci kepada mereka. Segala akivitas mereka kemudian kita curigai sebagai kejahatan. Bahkan aktivitas mulia yang mereka lakukan akan kita anggap sebagai pencitraan semata.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah label yang diberikan kepada sekelompok orang itu benar benar mencerminkan sifat dan karakter gerakan mereka?

Ada kalanya pemberian label menjadi bias, ketika diberikan dengan tujuan tertentu. 

Ketika Amerika Serikat akan menyerbu Iraq, Amerika memberi label Iraq sebagai “Negara yang membahayakan kemanusiaan” karena memproduksi senjata kimia dan nuklir yang sangat berbahaya bagi dunia. Padahal sampai Amerika menginvasi Iraq dan mendudukinya, tuduhan tuduhan itu tidak terbukti. Label “negara berbahaya” ternyata hanya label yang diberikan begitu saja, agar dunia memusuhi dan mendukung pendudukan Amerika di Iraq untuk tujuan jahat mereka.

Dan ketika dunia memberi “label” kepada Amerika serikat sebagai negara demokratis dan menunjung tinggi kemanusiaan, apakah mereka benar benar demokratis? 

Sayangnya untuk memaksakan “kehendaknya” Amerika serikat pada tahun 2016 saja sudah menjatuhkan 26.171 bom atau 72 bom per hari ke negara lain (Mr Micah Zenco, konsulat hubungan luar negeri USA). Ternyata “label” pejuang demokrasi yang diberikan kepada Amerika hanyalah “label” palsu semata.

Sebagaimana kondisi ketika tahun 1998, ketika kita diadu dengan membenturkan 2 kekuatan besar di negeri ini, maka sekarang indikasi adanya adu domba sudah mulai kelihatan tanda tandanya. Pihak yang satu mulai diberi label “anti islam” dan “komunis”.   Sedangkan pihak yang lain kemudian diberi label “islam radikal”, “Anti Pancasila” dan “anti bhineka tinggal ika”.

Sementara itu, untuk ,menghancurkan kekuatan pertahanan rakyat semesta yang terbukti selalu menjadi benteng NKRI dan Pancasila mereka juga memunculkan isu isu yang telah meluluh lantakkan kekuatan kekaisaran Turki Usmani, dan kemudian Jazirah arab. Mereka memberi “label” pemimpin pemimpin tertentu dengan label “Syiah” dan “bid’ah”.

Sebagaimana label pada “botol Garam” yang salah karena botol garam dilabeli gula, pemberian label kepada sekelompok orang tertentu itu bisa juga salah. Segelintir orang yang memiliki misi memecah belah bangsa, berusaha memunculkan label label yang keliru itu untuk merusak kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Inilah saatnya "labelling" digunakan untuk menyesatkan kita. Jika hanya salah ketika membedakan botol garam dan botol gula tentu bukan masalah besar. Tapi jika gagal mengenali musuh dan dianggap sebagai pejuang bangsa itu dalah masalah besar. 

Jadi, sebagaimana label garam yang bisa tertukar dengan gula, label label yang dilekatkan kepada sekelompok orang tertentu bisa saja dibuat salah. Ketika media sudah dikuasai oleh musuh bangsa, maka yang baik akan dilabeli buruk. Dan yang buruk bisa dilabeli baik.

Jadi butuh logika yang tepat untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Karena label bisa disematkan kepada siapa saja, tergantung “penguasa opini”. Jangan sampai kita diadu domba. Jangan sampai kita memusuhi orang orang yang justru mencintai tanah airnya.

Bangkit Indonesiaku

Begawan Tung
begawantung.blogspot.com


LABELLING

LABELLING


Banyak diantara kita yang memanfaatkan botol atau kaleng bekas untuk menyimpan makanan, obat, bumbu dapur dll. Dan kadang ini menimbulkan masalah. Pernah terjadi kakak saya yang pada waktu itu masih kecil minum shampo gara gara sampo itu ditaruh di botol limun. Karena bagi dia apa yang ada di botol limun pasti berisi limun.

Untuk memudahkan dalam mengenali apa yang ada di botol, apakah itu berisi gula, garam atau bubuk kopi biasanya botol atau kaleng tempat kita menyimpan sesuatu itu kita beri label. Yang berisi gula kita beri label “gula” dan yang berisi garam kita beri label “garam”. Selain memudahkan ketika kita menginginkan sesuatu, pemberian label juga bisa menghindari kesalahan.

Adakalanya orang salah dalam memberikan memang label. Atau sengaja untuk memberikan label yang tidak benar. Sebagai contoh adalah, ketika botol tempat kita menyimpan garam kita beri label gula. Akibatnya, ketika teman anda akan membuat kopi manis, yang dia buat justru kopi istimewa yang rasanya asin. Karena teman anda  menilai isi dari botol itu berdasar label yang ditulis di atasnya.

Mengadopsi istilah “label” untuk memberikan deskripsi pada barang tertentu, istilah labelling sering dipakai dalam ilmu komunikasi. Labelling adalah pemberian identitas pada sesseorang atau kelompok, kejadian atau sesuatu.

Label seringkali diberikan kepada sekelompok orang atau gerakan. Ada kelompok yang kita namakan fundamentalis, kelompok radikal, reformis, cendekiawan muda dan lain lain. Pemberian label umumnya diberikan karena aktivitas mereka yang menunjukkan sifat sifat yang bisa diidentifikasikan dengan label yang diberikan kepada mereka.

Label yang melekat pada sekelompok orang, bisa membuat kita senang, tetapi bisa juga membuat kita benci kepada mereka. Label Nasionalis, Pancasilais, demokrat atau pendukung Bhineka Tunggal Ika, tentu membuat kita salut kepada mereka. Apapun yang mereka lakukan kemudian kita anggap sebagai kegiatan cinta tanah air.

Sebaliknya, label Radikal, sara, anti Pancasila, Anti NKRI membuat kita benci kepada mereka. Segala akivitas mereka kemudian kita curigai sebagai kejahatan. Bahkan aktivitas mulia yang mereka lakukan akan kita anggap sebagai pencitraan semata.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah label yang diberikan kepada sekelompok orang itu benar benar mencerminkan sifat dan karakter gerakan mereka?

Ada kalanya pemberian label menjadi bias, ketika diberikan dengan tujuan tertentu. 

Ketika Amerika Serikat akan menyerbu Iraq, Amerika memberi label Iraq sebagai “Negara yang membahayakan kemanusiaan” karena memproduksi senjata kimia dan nuklir yang sangat berbahaya bagi dunia. Padahal sampai Amerika menginvasi Iraq dan mendudukinya, tuduhan tuduhan itu tidak terbukti. Label “negara berbahaya” ternyata hanya label yang diberikan begitu saja, agar dunia memusuhi dan mendukung pendudukan Amerika di Iraq untuk tujuan jahat mereka.

Dan ketika dunia memberi “label” kepada Amerika serikat sebagai negara demokratis dan menunjung tinggi kemanusiaan, apakah mereka benar benar demokratis? 

Sayangnya untuk memaksakan “kehendaknya” Amerika serikat pada tahun 2016 saja sudah menjatuhkan 26.171 bom atau 72 bom per hari ke negara lain (Mr Micah Zenco, konsulat hubungan luar negeri USA). Ternyata “label” pejuang demokrasi yang diberikan kepada Amerika hanyalah “label” palsu semata.

Sebagaimana kondisi ketika tahun 1998, ketika kita diadu dengan membenturkan 2 kekuatan besar di negeri ini, maka sekarang indikasi adanya adu domba sudah mulai kelihatan tanda tandanya. Pihak yang satu mulai diberi label “anti islam” dan “komunis”.   Sedangkan pihak yang lain kemudian diberi label “islam radikal”, “Anti Pancasila” dan “anti bhineka tinggal ika”.

Sementara itu, untuk ,menghancurkan kekuatan pertahanan rakyat semesta yang terbukti selalu menjadi benteng NKRI dan Pancasila mereka juga memunculkan isu isu yang telah meluluh lantakkan kekuatan kekaisaran Turki Usmani, dan kemudian Jazirah arab. Mereka memberi “label” pemimpin pemimpin tertentu dengan label “Syiah” dan “bid’ah”.

Sebagaimana label pada “botol Garam” yang salah karena botol garam dilabeli gula, pemberian label kepada sekelompok orang tertentu itu bisa juga salah. Segelintir orang yang memiliki misi memecah belah bangsa, berusaha memunculkan label label yang keliru itu untuk merusak kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Inilah saatnya "labelling" digunakan untuk menyesatkan kita. Jika hanya salah ketika membedakan botol garam dan botol gula tentu bukan masalah besar. Tapi jika gagal mengenali musuh dan dianggap sebagai pejuang bangsa itu dalah masalah besar. 

Jadi, sebagaimana label garam yang bisa tertukar dengan gula, label label yang dilekatkan kepada sekelompok orang tertentu bisa saja dibuat salah. Ketika media sudah dikuasai oleh musuh bangsa, maka yang baik akan dilabeli buruk. Dan yang buruk bisa dilabeli baik.

Jadi butuh logika yang tepat untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Karena label bisa disematkan kepada siapa saja, tergantung “penguasa opini”. Jangan sampai kita diadu domba. Jangan sampai kita memusuhi orang orang yang justru mencintai tanah airnya.

Bangkit Indonesiaku

Begawan Tung
begawantung.blogspot.com


Tidak ada komentar