DIMANFAATKAN?
Bahasa adalah sarana kita untuk saling berkomunikasi. Dari fungsi inilah
kemudian berkembang bahasa sebagai alat untuk menyampaikan ide, persuasi,pendidikan,
penyebaran ilmu, Agitasi, bahkan hingga
digunakan untuk melakukan provokasi.
Sebagai contoh adalah kata “manfaat”. Kebanyakan dari kita akan memandang kata “manfaat”
sebagai kata yang bernilai positif. Tetapi
ketika diberi awalan di, maka artinya bia berubah menjadi negatif. “Dimanfaatkan” dipandang sebagai kata yang
berkonotasi negatif.
Padahal mereka tidak mau juga jika dikatakan “TIDAK
BERMANFAAT”. Sebaik baiknya orang adalah yang “bermanfaat”.
Baru saja saya membaca berita di salah satu portal berita yang
cukup terkenal di Indonesia. Kata
katanya cukup provokatif. “Di sana emak emak dimanfaatkan”. Kesannya tentu sangat negatif, seolah ada
pihak yang “dikerjai” dan ada pihak yang diuntungkan dengan cara merugikan
pihak yang “dikerjai” tersebut.
Yang terjadi sebenarnya adalah, sekelompok politisi
melakukan pendekatan terhadap golongan “emak emak” agar memiliki “sudut pandang”
tertentu sehingga mendukung mereka dalam
pemilihan umum mendatang. Dan pihak yang
melakukan “provokasi” pun sebenarnya juga melakukan pendekatan pendekatan ke
berbagai kalangan. Contohnya, mereka gencar bersafari dari pesantren ke
pesantren. Mungkin lawannya akan mambalasnya dengan ungkapan, “memanfaatkan
pesantren”.
Sebenarnya hal di atas adalah hal yang wajar terjadi di
dunia jurnalistik. Terkadang media masa memang dimanfaatkan untuk membuat
opini. Dengan sedikit “MENAKALI PIKIRAN”,
opini masyarakat bisa digiring ke arah tertentu. Dalam hal ini opini masarakat
digiring agar “berprangka buruk” terhadap kepentingan politik tertentu. Dengan
framing tertentu, sebuah berita bisa diarahkan untuk memandang sesuatu dengan
cara yang diinginlan oleh penulis berita.
Sayangnya, strategi “public relation” yang dilakukan untuk
menangkal “FRAMING” dari lawan politik di Indonesia terlihat sangat reaktif. Contohnya
adalah ketika ada “TAGAR” yang merugikan golongannya, segera dilawan dengan
PERSEKUSI. Seolah bangsa ini telah kehilangan akal untuk memilih tindakan yang lebih “bermartabat”. Kehilangan “Kreatifitas sosialnya”.
Saya teringat dengan salah atu negarawan yang sangat saya
hormati. Beliau adalah KH Agus Salim. Dalam suatu sidang di Parlemen, beliau
pernah diejek oleh “lawan politiknya” dan Beliau membalasnya dengan cara yang
sangat elegan.
Ketika KH Agus Salim sedang berpidato, tiba tiba ada
sekelompok peserta sidang yang berteriak “Mbeeek,,, Mbeeek.... menirukan suara kambing. Mereka bermaksud mengejek Beliau yang
kebetulan berjenggot dengan menyamakannya dengan seekor kambing. Beliau tidak
membalasnya dengan “kemarahan” atau “menasehati” mereka dengan petuah petuah
moral. Beliau hanya bilang, Saya pikir, sidang ini hanya dihadiri oleh manusia. Mengapa
banyak kambing yang ikut?
Alangkah indahnya jika dunia politik kita dipenuh oleh Para NEGARAWAN, bukan hanya politisi yang oportunis semata.
Begawan Tung
Begawantung.blogspot.com
Posting Komentar untuk "DIMANFAATKAN?"