TAHAYUL, BID'AH DAN KURAFAT DAN ISLAM DI INDONESIA

TAHAYUL, BID'AH DAN KURAFAT DAN ISLAM DI INDONESIA




Pembahasan tentang tahayul, bid'ah dan kurafat sudah melalui rangkaian dialektika yang sangat panjang, melalui pemikiran para alim ulama setelah wafatnya Rosulullah saw.

Ketika Rosulullah saw wafat, terjadi pertentangan pendapat diantara umat islam sehingga melahirkan banyak sekali faham faham, seperti mu'tazilah, Qodariyah, Jabariyah, murji'ah, dll. Tetapi yang bertahan sampai sekarang adalah syi'ah dan Ahlus Sunnah wal Jamaa'ah.

Sedangkan pertentangan pendapat tentang berbagai hal termasuk mengenai tahayul, bid'ah dan kurafat, melahirkan pemahaman dan penerapan Islam seperti yang diterapkan di Indonesia. Jadi pemahaman itu telah melalui pembahasan yang panjang berdasarkan Al'quran dan Al Hadis,

Aliran yang sekarang kita kenal dengan Wahabi, membawa ajaran agar kita "kembali kepada sunnah dan hadis". Dan mereka menganggap, memahami islam harus langsung dari Alquran dan Hadis. Mereka tidak "belajar" dari para ulama pendahulunya.. karena itu berarti tidak "belajar langsung dari Alqur'an dan Al hadis". Tentu saja hal ini membawa masalah. Kepada siapa mereka bertanya tentang hal hal yang “belum jelas: jika tidak mau bertanya kepada para ulama yang merupakakan pembawa ajaran Rosulullah melalui nasab ilmu yang jelas?

Ini mengakibatkan seolah mereka "belajar dari awal" . Padahal pembahasan tahayul, bid'ah dan kurafat sudah selesai dan dipahami. Walaupun ada beberapa beda pendapat, para ulama suni sepakat untuk saling menghormati.  


Jarak antara kita dan jaman Rosulullah Saw mengakibatkan kita “tidak mungkin” belajar langsung kepada Rosullullah Saw.  Sehingga, Apabila kita tidak belajar dari Para ulama yang secara turun temurun memiliki  “NASAB KEILMUAN” yang “Nyambung” dengan Rosulullah Saw, itu berrti kita “MENAFSIRKAN SENDIRI” Al-qur-an dan Al-Hadis dari pikiran kita sendiri.

Sedangkan jika kita mengikuti ulama yang memiliki kesinambungan ilmu dengan Rosulullah, justru kita “belajar Islam” dari Rosulullah, walaupun melalui Para sahabat yang diturunkan kepada para tabi’in, dari tabi;in diturunkan kepada muridnya, diiturunkan lagi kepada muridnya, dan seterusnya, baru kemudian sampai kepada Para Ulama dan sampai pada diri kita. Kemurniannya dijaga denga pemberian ijazah hanya kepada yang “memiliki kemampuan saja”.

karena "belajar dari awal".. banyak yang belum mereka pahami. Ini saya lihat ketika mereka mempermasalahkan dalil dalil yang mendasarinya. Padahal dalil dalil yang mendasarinya sudah dijelaskan oleh para ulama suni. Semua juga berdasarkan A-Qur’an dan Al-Hadis.

Masalahnya mereka "tidak percaya" dengan dalil dalil hasil dialektika dari para ulama pendahulu selama kurun waktu yang panjang itu.

Tetapi, terlepas dari semua itu... mereka juga umat islam... dan belum tentu pendapat saya lebih benar dari pendapat mereka..:). Yang menjadi masalah adalah “RADIKALISME” yang menganggap semua yang berbeda dengan mereka adalah sesat, bahkan dikafirkan. Sejarah membuktikan bahwa pemahaman seperti ini telah membawa kurban yaitu terbunuhnya Sayyidina Usman dan Sayyidia Ali.

Jika radikialisme dibiarkan, kafir mengkafirkan tanpa adanya dialog untuk mencari kebenaran dan selalu mengedepankan pembenaran diteruskann,  maka hal ini bisa menimbulkan perpecahan umat hingga pertumpahan darah. Sejarah sudah membuktikannya. Para sahabat yang dikabarkan oleh Rosullullah sebagai “penghuni surga” saja mereka salahkan dan mereka bunuh. Apalagi kita.

Jadi yang kita tentang adalah radikalitasnya, bukan “beda pendapatnya” Karena beda pendapat adalah rahmad. Sedangkan menyerang golongan lain sebagai “sesat” menurut pandangannya sendiri, tanpa melalui dialog adalah bentuk radikalisme yang bisa melahirkan permusuhan.

PENAKHLUKAN ARAB OLEH BANGSA EROPA

Ketika mau menguasai Arab, Eropa dan Amerika berhadapan dengan Kekhalifahan Besar  Turki Usmani. Amerika menghembuskan isu "Tahayul, bid'ah dan kurafat" yang ditujukan kepada Turki usmani. Turki usmani dianggap sebagai sarangnya.

Isu ini tebukti bisa menghancurkan Turki dari dalam, selain pemberontakan dari bangsa arab terhadapnya. Ketika Turki berhasil diruntuhkan pada tahun 1924, baru kemudian pada tahun 1933 berdirilah perusahaan minyak pertama Amerika di Arab saudi dengan nama ARMCO.

ISLAM di INDONESIA

Ketika isyu tahayul bid'ah dan kurafat dibawa ke indonesia, yang diserang adalah hal hal yang bersifat memperkuat ukuwah islam seperti tahlilan, sholawatan, yasinan, maulid nabi dan lain lain.

Padahal islam yang berkembang di nusantara, yang selaras dengan Budaya Nusantara, terbukti merupaka kekuatan pemersatu NKRI. Islam di Indonesia bukan islam yang membenci golongan lain, bahkan aktif dalam kegiatan bela bangsa. Mereka justru nasionalis.Dan islam di indonesia terbukti bisa menjadi benteng pertahanan negaranya.

Di Indonesia mahzab Hanafi, Maliki, Hambali, dan Syafii bisa hidup berdampingan dengan rukun. Mereka menghargai perbedaan dan tidak mebesar besarkannya.Berbagai tarekat berkembang saling berdampingan. Padahal di “tempat lain” perbedaan itu  bisa menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Islam di Indoenesia terbukti sebagai Rohmatan Lil Alamin.

Barat dan kroninya tentu tidak suka dengan kekuatan ini, maka mereka ingin menghancurkannya dengan isu yang pernah berhasil meluluhlantakkan kekhalifahaan besar dunia, yaitu Turki usmani. Dan isu “perbedaan mahzab” kini sedang menyergap Jazirah Arab, menimbulkan pertumpahan darah yang luar biasa dahsyat.

Begawan Tung
Begawantung.bblogspot.com
















Posting Komentar untuk "TAHAYUL, BID'AH DAN KURAFAT DAN ISLAM DI INDONESIA"