PRABU PETRUK & BETARA KALA
PRABU PETRUK & BETARA KALA
Pada suatu masa, kerajaan Amarta sedang dilanda krisis
ekonomi dan krisis kewibawaan.
Kerajaanyang Amarta sebelumnya dipimpin oleh seorang Raja yang sangat berkuasa. Pada waktu itu Pertumbuhan ekonomi sagat
tinggi dan stabilitas politik sangat mantab terkendali. Tapi Amarta sekarang bukanlah Amarta 20 tahun
yang lalu. Amarta dianggap sebagai Negara miskin, yang oleh negara yang dulu “dibantunya”
justru diremehkan.
Saking rindunya dengan kekuasaan “Otoriter” 20 tahun yang
lalu, ada beberapa orang yang menuliskan “kata kata” rindunya di bak truk yang
mereka kendarai. Ada juga yang menuliskan “katakata “ rindunya di kaos kaos
yang mereka kenakan. “Piye le..., Enak
jamaku to...”, begitu tulisan tulisan mereka yang merindukan jaman masa lalu.
Tentu lebih enak 20 tahun yang lalu, karena istrimu masih
sangat muda, hehe..., begitu jawaban orang yang merasa tidak suka dengan Rezim
20 tahun yang lalu.
Untuk mengembalikan kekuatan ekonomi dan stabilitas
nasional, para “pinisepuh” kemudian melakukan laku “Tapa Brata”, mengheningkan jiwanya untuk mendapatkan “Wangsit”
tentang sesuatu yang bisa memulihkan stabilitas ekonomi, politik dan persatuan
bangsa. Sampai pada suatu hari, mereka ditemui oleh Batara Narada, Utusan para Dewa yang membawa kabar tentang cara menyelesaikan permasalahan
kebangsaan Amarta.
Pesan Batara Narada ternyata sama dengan pemikiran sesepuh
yang sangat dihormati, yaitu Kyai Semar, dari Dusun Karang Kedempel. Pesannya
adalah, Amarta hanya akan tentram kembali jika dipimpin oleh “Raja yang berhati
Rakyat”.
Sesuai dengan pesan Batara Narada dan Kyai Semar, mereka sepakat bahwa yang bisa memulihkan
kembali Stabilitas ekonomi dan politik Amarta adalah Petruk. Segera para pinisepuh menghadap Raja
Puntadewa, dan memohon agar sang Raja rela menyerahkan “kekuasaan politiknya”
kepada Petruk sampai terciptanya stabilitas
ekonomi dan politik Amarta.
Sebelumnya, Petruk sudah digembleng ilmu politik, dan tata
negara, dengan menjadi Lurah di salah satu Desa di Amarta. Setelah itu dia juga
sudah digembleng menjadi seorang Adipati di salah satu “negara Bagian” yang
jaman dulu dikenal sebagai Kadipaten.
Karena Tanggung
Jawabnya terhadap stabilitas Amarta, Raja Putadewa setuju untuk
menyerahkan kekuasaannya untuk sementara kepada Petruk. Kekuasaan itu diberikan
hingga 5 tahun, yaitu waktu yang dianggap cukup untuk memulihan stabilitas
politik dan ekonomi. Segera dipanggillah
Petruk ke Amartapura, ibukota Keajaan Amarta.
Dan Beliau kemudian didaulat untuk memimpin negeri selama 5 tahun.
Sedangkan Prabu Puntadewa kemudian bertapa di salah satu
pertapaannya di lereng gunung.
Tetapi, walaupun sudah dipimpin oleh Petruk yang mereka
anggap sebagai “Satria Piningit”, kondisi ekonomi dan stabilitas politik justru
semakin parah. PHK besar besaran,
penurunan daya beli masyarakat dan terjualnya aset aset Negara dan hutang
negara yang menumpuk tiada tara. Masyarakat menjadi terpolarisasi, terkotak
kotak menjadi golongan golongan yang saling bermusuhan.
Rakyat mulai protes dan demo, memohon agar pemerintah
kerajaan memperhatikan kesejahteraan mereka.
Alih alih didengarkan suara mereka, beberapa diantara mereka justru
ditangkap dengan tuduhan Makar. Sementara
Prabu petruk justru membrikan keleluasaan kepada negara asing yang dikhawatirkan
akan menimbulkan kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan Kerajaan.
Beberpa ksatria Seperti Bima, Nakula, Sadewa, dan Arjuna
bahkan tidak bisa “mengendalikan” kebijakan Prabu Petruk yang membahayakan Kerajaan. Mereka “kalah
argumentasi” dengan Prabu petruk yang memang mendapatkan “mandat” kenegaraan.
Mereka bahkan dituduh melawan negara dan melakukan makar.
Sampai pada suatu hari anak dari Bima yang bernama Ontosena
dan anak dari Arjuna yang kebetulan
memiliki keahlian di bidang Sandiyudha
(Inteljen militer) bisa membongkar konspirasi di balik pengangkatan Prabu
Petruk. Petruk yang asli ternyata masih
berada di desa Pecukilan. Artinya, Prabu petruk yang ada di Amartapura bisa
dipastikan sebagai Petruk palsu.
Setelah memastikan bahwa Prabu petruk yang bertahta di
Amarta adalah “petruk Palsu”, segera mereka merencanakan penyergapan untuk
membongkar konspirasi yang telah terjadi. Penyergapan harus dilakukan dengan
hati hati, karena Prabu Petruk dilndungi oleh protololer kenegaraan yang sulit
untuk ditembus.
Singkat cerita, dengan kesaktian kedua tokoh Sakti Amarta,
yaitu Ontoseno dan Wisanggeni, Prabu petruk bisa dilumpuhkan. Anehnya, begitu dilumpuhkan, Prabu Petruk
kemudian menjelma menjadi RAKSASA yang dikenal sebagai BATARA KALA.
Semenjak itu, Amarta kembali menjadi Kerajaan besar yang
disegani negara lain dan rakyatnya adil makmur, gemah ripah loh jinawi, aman
tentrem karta raharja.
Begawan Tung
begawantung.blogspot.com
Posting Komentar untuk "PRABU PETRUK & BETARA KALA"