EMBAN CINDE EMBAN SILADAN
EMBAN CINDE EMBAN SILADAN
Pada waktu saya bertanya pada ibu saya, mengapa beliau
menganggap Pandito Durno salah dalam bersikap, ketika mendahulukan Anak anak
Pandawa, terutama Arjuna? Bukankah sebagai seorang Pandito pasti dia lebih
cenderung menghargai kesantunan? Bukankah menghargai “kebaikan” adalah suatu
kebajikan?
Beliau menjawab bahwa sudah selayaknya manusia akan lebih
mendukung kebaikan. Tetapi dalam posisinya sebagai orang tua, dia harus bisa
bersikap adil terhadap “anak anaknya”. Sebagai seorang guru, dia harus adil terhadap murid
muridnya. Wong tuwo iku tan keno “Emban Cinde Emban Siladan”. Orang tua tidak boleh pilih kasih terhadap
anak anaknya.
Emban cinde emban siladan adalah pepatah jawa yang
menggambarkan orang tua yang pilih kasih ketika mengasuh anak anaknya. Ada
anaknya yang “diemban nganggo cinde” (digendong dengan menggunakan selendang) sedangkan ada anak yang lain
“diemban nganggo siladan” ( digendong dengan bilah bambu).
Pepatah emban cinde emban siladan juga digunakan untuk
menunjuk pada seorang pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya. Hukumnya
tajam pada yang tidak disukainya saja. Sedangkan bagi orang atau golongan
tertentu diberlakukan kebijaksanaan kebijaksanaan yang lebih lunak.
Seorang pemimimpin, harus adil terhadap semua komponen masyarakat
yang ada di bawah tanggung jawabnya. Ketika seorang diangkat menjadi seorang
Raja, Perdana Menteri ataupun seorang Preiden, maka dia harus berdiri di atas
semua golongan. Ketika seorang pemimpin diangkat menajadi Kepala negara atau
kepala pemerintahan, maka dia haris adil terhadap semua komponen bangsa.
Di sebuah negeri, ada seorang Kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan yang dianggap oleh golongannya sebagai “petugas partai”. Sebagai
petugas partai, tentu beliau akan lebih mendengarkan aspirasi dari Partainya.
Dalam kondisi ini, sang Pemimpin mudah sekali terjebak dalam kebijakan yang
memihak pada golongannya.
Begawan Tung
Begwantung.blogspot.com
Posting Komentar untuk "EMBAN CINDE EMBAN SILADAN"