Belajar Dari Ibnu Sutowo dan Negeri Nauru

 


Belajar dari Bapak Ibnu Sutowo dan Negeri Nauru

Jaman dulu, di tahun 70/80'an, ada sebuah negara yang sangat kaya di tengah laut pasific. Negara pulau di tengah samudra ini. luas wilayahnya sangatlah kecil, hanya sekitar 21 Km persegi saja. Saking kecilnya, negara ini tidak banyak yang mengenalnya, dan tidak memiliki pengaruh apa apa di dunia internasional.

Tetapi, walaupun negeri ini terpencil di tengah samudra, pada waktu itu penduduknya memiliki pendapatan per kapita yang sangat tinggi, bahkan tertingi di dunia. 

Karena dulu, negara bekas koloni Inggris itu memiliki tambang fosfat yang bermutu tinggi, hasil endapan kotoran burung selama ratusan tahun. Saking kayanya, negara ini membuat iri banyak negara di sekitarnya.

Pada waktu itu, di tahun 80'an, pendapat perkapita mereka mencapai USD 27.000, sementara pendapatan per kapita Amerika tahun 1980 adalah USD 12.500 saja.

Setelah tahun 90'an, produksi phospat, menurun drastis karena cadangan fosfat di pulau mereka sudah menyusut habis, dieksploitasi secara besar besaran. 

Negara Nauru berubah drastis menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Kerusakan lahan akibat penambangan fosfat membuat tanahnya susah digunakan lagi sebagai lahan pertanian. Terpaksa mereka MENGANDALKAN PEMASUKAN NEGARA DARI HUTANG.

Dan pada tahun 2002 mereka sudah tidak lagi mampu membayar hutangnya lagi ke Australia yang pada waktu itu mencapai angka 239 Juta Dolar. Setelah itu, hingga tahun 2018 Negara Nauru menagndalkan bantuan dari Australia.

Kita harus belajar dari Nauru. Jika Sumberdaya alam kita dieksploitasi secara ugal ugalan, bisa bisa kita akan menjadi negara yang terpuruk seperti Nauru, bahkan lebih parah lagi.

Tiba tiba saya teringat dengan Almahrum Bapak Ibnu sutowo. Ketika menyadari bahwa Indonesia memiliki cadangan gas yang luar biasa besar, beliau menjual sebagian cadangan minyak itu ke dunia internasional. 

Dan hebatnya, Bapak Ibnu Sutowo meminta mereka MEMBAYAR DI MUKA. Dengan uang itu, Indonesia pada waktu itu mempu membangun Industrinya tanpa mengandalkan hutang, Salah satunya adalah Industri baja yang kita kenal sebagai KRAKATAU STEEL.

Apa yang dilakukan oleh Bapak Ibnu Sutowo kemudian juga dilakukan oleh Uni Emirat Arab, Dubai, dan sekarang Arab Saudi.

Uni Emirat arab, Dubai, dan Arab Saudi menyadari bahwa cadangan minyaknya akan habis dalam waktu 40 tahun ke depan. Kemudian mereka menjual sebagian cadangan minyaknya ke dunia, dan meminta bayar di muka.

Uang itu kemudian dibuat untuk membangun industri pariwisata dan jasa, sehingga menjadikan Dubai sebagai Pintu Gerbang Timur TEngah. Demikian pula dengan Arab saudi. Dengan uang itu mereka juga membangun bisnis pariwisata yang masif, untuk menyambut tamu tamu Allah SWT, yang sedang menunaikan idabah haji dan umroh.

Jadi ketika cadangan minyak mereka habis, mereka sudah siap untuk menjadi negara penghasil jasa layanan serta pariwisata.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dengan belajar dari cara Bapak Ibnu Sutowo, sebenarnya kita tidak perlu berhutang lagi....

Karena Cadangan Sumberdaya air & mineral, pertanian, kehutanan, perkebunan dll yang ada di nusantara sangatlah besar. Bahkan menjadi salah satu yang terbesar di dunia.

Kita bisa menjadi negara negeri yanng terkuat di Dunia, seperti 500 tahun yang lalu...

Begawan Tung
begawantung.blogspot.com



Posting Komentar untuk "Belajar Dari Ibnu Sutowo dan Negeri Nauru"