Cerita Tentang Sedulur Papat, Antara Surabaya - Yogyakarta
Perjalanan Dari Surabaya Ke Yogyakarta
Hari menjelang petang ketika saya tiba di terminal, dan langsung naik bus jurusan Yogya lewat jalur selatan. Beberapa kali pengamen dan pedagang asongan naik dan turun, mencari sedikit peruntungan di bus yang saya tumpangi. Suasana yang biasa ditemui di terminal di masa itu.
Bus mulai berangkat dari terminal sekitar jam 7 malam, dan perlahan lahan, mulai meningggalkan kota Surabaya. Entah sampai di mana, saya tidak ingat, lampu di dalam bus sudah dimatikan. Para pennumpang tampak terkantuk kantuk, dan mulai tidur di bangkunya masing masing.
Saya duduk di bangku tengah, sebelah kiri, yang berisi sepasang bangku untuk dua orang. Seperti biasa, saya memilh untuk duduk di Jendela agar bisa menikmati pemandangan dalam perjalanan. Tetapi karena bangku masih kosong, saya duduk disisi kanan.
Tiba tiba, tanpa basa basi, ada seseorang yang mendesakku masuk ke sisi dalam, dekat jendela. Dan dia langsung tidur.
“Orang gila, gak sopan sama sekal,”Kataku dalam hati.
Dompetku Dirogoh Pencopet
Tetapi, pada waktu itu, saya sama sekali tidak curiga. Kami tidak saling berbicara, hingga saya merasa mengantuk, dan tertidur. Padahal, sebelumnya saya berniat untuk terjaga dan menikmati perjalanan Surabaya - Yogya lewat jalur selatan, karena belum pernah melewatinya.
Tiba tiba, dalam tidurku, saya merasa terjatuh dari ketinggian. Saat melayang dan meluncur ke bawah dari ketinggian itu, hatiku berdesir hebat, dan itu membuatku terbangun.
Dan ketika sadar, Saya rasakan ada yang bergerak di saku belakang saya. Dompetku terasa merayap, terangkat ke atas. Segera saya menyadari apa yang terjadi, dan saya tangkap tangan itu.
Dengan reflek yang sangat tinggi, tangannya berkelit dan ditarik kembali ke “posisinya”. Saya pandang matanya lekat lekat, dan dia balik memelototkan matanya kepadaku. Mungkin karena merasa misinya gagal, dia kemudian pindah tempat duduk di bangku yang agak ke depan.
Tiba tiba, Lampu bus dinyalakan, dan suasana menjadi terang benderang . Konon, terang benderangnya lampu bus adalah isyarat dari sopir, jika ada pencopet di dalam bus. Saya melihat orang yang tadi duduk di sebelahku, sedang beraksi. Mula mula saya heran, karena tangan kanannya “hilang”.
Sebenarnya tidak hilang, tetapi menyelinap di belakang punggungnya. Dan saya yakin, tangan kanannya itu sedang menarik dompet orang di sampingnya, persis seperti apa yang dilakukannya kepadaku sebelumnya.
Untuk memperingaatkan korban, aku pukulkan kakiku ke lantai bus, dengan suara yang cukup keras. Beberapa penumpang terkejut, mencari sumber suara. Dan si Pencopet, segera menarik tangannya ke posisi semula.
Pada waktu itu, saya mengira beliau beraksi sendirian. Saya tengok dari depan ke belakang, tidak ada yang mencurigakan. Bahkan saat saya menimbulkan suara keras dengan sepatu saya ke lantai bus, hanya bekas teman dudukku itu, yang melihatku sambil sedikit melotot, ketika pindah duduk ke belakang.
Dikepung Kawanan Pencopet
Setelah beberapa lama, bus berhenti di sebuah terminal. Pria yang tadi duduk di sebelah kiriku, sedang ngobrol dengan teman temannya. Firasatku mengatakan bahwa mereka satu komplotan.
Dan benar, ketika masuk kembali ke dalam bus, mereka mengepungku. Aku tidak duduk dekat jendela lagi, tetapi bergeser ke kanan, agar lebih leluasa bergerak. Salah satu dari mereka yang berbadan kekar, mendesakku ke dalam. Tapi saya sudah mempersiapkan diri, saya menolak, dan mempersilahkannya duduk di dalam.
Akhirnya dia duduk di bangku sebelah kananku, persis di samping kanan ku. Beberapa temannya, duduk di sebalah depan dan belakang, Saya hitung jumlahnya lima orang. Entah apa yang hendak mereka lakukan, yang jelas mereka telah mengepungku.
Kebetulan ketika berangkat dari tempat kos, saya membawa sebatang kayu keras, sebesar lumpang penumbuk herbal. Sebenarnya bukan kebetulan, karena itu memang sengaja saya bawa buat jaga jaga.
Saya masukkan tangan ke dalam dalam tas, yang berisi kayu andalanku itu. Saya genggam dengan posisi siap siaga, terhadap berbagai kemungkinan. Waktu itu saya masih muda, dan yakin bisa bergerak lebih cepat dari mereka. Saya perhatikan setiap gerakan dan segala kemungkinannya. JIka terjadi sesuatu, sasaran saya adalah rahang mereka.
Mungkin sekitar satu jam, kami saling menunggu dan memperhatikan. Saya atur nafas dan pikiranku setenang mungkin, agar bisa berpikir dengan jernih, sambil konsentrasi memperhatikan situasi. Karena dalam kondisi seperti itu, gerakan sekecil apapun harus diwaspadai.
Saya melihat mereka ragu ragu untuk bertindak, atau mengintimidasiku. Tanganku yang sedang menggenggam sesuatu, mungkin dikira sedang memegang senjata tajam. Sehingga mereka tidak melakukan sesuatu, ketika sedang mengepungku dari semua penjuru. Padahal itu hanya sebatang kayu.
Dan akhirnya mereka turun di sebuah perempatan. Setelah itu, hirup pikuk pun terjadi. Pak sopir dan kernet meminta kami memeriksa barang barang berharga, . apakah ada yang hilang.
Menjelang subuh, bus sudah sampai di Terminal Umbul Harjo Yogyakarta. Saya naik Bus Kota kembali ke tempat kos.
Cerita Tentang Sedulur Papat
Beberapa hari kemudian, ketika pulang kampung ke kota Kudus, saya bercerita dengan seorang sesepuh yang paham dengan spiritualitas jawa. Saya bercerita tentang pengalaman antara Surabaya - Yogya itu.
Kata beliau, yang membangunkanku, ketika ada yang berusaha mengambil dompet, saat saya tertidur di bus, adalah Sedulur papat.
Sedulur papat itu entitas, yang lahir bareng dengan saat kamu dilahirkan. Sedulur papat adalah saudara penjagamu ketika hidup di dunia,”Kata beliau menjelaskan.
Posting Komentar untuk "Cerita Tentang Sedulur Papat, Antara Surabaya - Yogyakarta"